Sejak Jaman kolonial hingga tahun 80'an, Jalan Raya Pos Pengumben dan Raya Joglo adalah firdaus. Sejauh mata memandang tampak hamparan taman yang indah, dengan pohon mahoni, pinus, durian, rambutan, dan buah-buahan lainnya. serta Terdapat kebun aneka jenis sayuran.
Kini, situasi di tempat itu sudah jauh berbeda. Jalan Raya Pos Pengumben dan Raya Joglo sesak oleh kompleks perumahan berskala menengah ke atas, sekolahan, dan rumah toko (ruko). Hutan kota dan kebun bibit masih ada, tetapi dengan wujud yang sangat menghawatirkan. Jauh dari kondisi ramah lingkungan dan hijau.
Ilustrasi tentang kawasan Pos Pengumben dan Joglo diungkapkan sebagai salah satu contoh potret Jakarta masa silam. Akibat ekspansi manusia yang tidak ramah terhadap alam, Pos Pengumben dan Joglo, dan juga kawasan hijau Jakarta lainnya kini berganti bangunan-bangunan tinggi, perkantoran, mall, dan ruko serta jalan-jalan yang padat dengan kendaraan.
Kita tidak menentang pembangunan perumahan, tidak juga menampikan perlunya sekolahan, dan sentra bisnis, tetapi kita berharap pemerintah bersikap tegas terhadap perlindungan ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau Jakarta kini tersisa hanya tidak lebih dari 10 persen, padahal idealnya minimal 30 persen ruang kota terisi hutan hijau.
Ini salah satu faktor yang membuat Jakarta mudah terkena banjir, dan banjir kali ini benar-benar melumpuhkan sendiri ekonomi Ibu Kota. Kondisi Jakarta tidak mampu menerima siraman hujan berhari-hari, tidak mampu menampung luapan air dari beberapa daerah.
Dalam kaitan Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, pemerintah seyogianya lebih tegas dalam memberikan izin membangun kawasan bisnis seperti ruko, kantor, apartemen, dan mal. Boleh membangun, tetapi mesti dengan kriteria ketat. Halaman yang sempit tidak boleh seluruhnya ditutup. Harus ada sumur resapan dan tanaman. Sumur resapan sebetulnya sudah diatur, tetapi karena tidak ada pengawasan, siapa pun berani melanggar. Kita tentu sepakat bahwa siapa pun berhak berbisnis, siapa pun bisa membangun usaha, tetapi aturan tetap harus ditaati.
Di kota-kota bisnis terkemuka, seperti Tokyo, Shanghai, Hongkong, dan New York, aspek ini amat diperhatikan. Selalu ada sumur resapan, ada ruang untuk tanaman hidup, dan muncul kesadaran sendiri dari publik kota-kota bisnis dunia tersebut untuk membangun taman di atap gedung. Selain itu, pengolahan atas limbah cair dan padat makin penuh sofistikasi.
Ini menarik, sebab mencerminkan betapa para pebisnis tidak hanya memikirkan bagaimana meraup laba sebanyak-banyaknya, tetapi juga memberikan perhatian penuh pada bisnis yang eco friendly. Bisnis ramah lingkungan.
No comments:
Post a Comment